Tak Sekadar Sabung Cepat, dari Pacuan Formula E ke Langit Biru Jakarta

Tak Sekadar Sabung Cepat, dari Pacuan Formula E ke Langit Biru Jakarta

Independencechamber.org – Ajang balap mobil listrik Formula E yang akan digelar di Jakarta pada 4 Juni nanti, sejatinya bukan sekadar adu pacu dan sabung cepat. Jauh di baliknya, terselip pesan agar publik ikut mengampanyekan energi terbarukan serta berkelanjutan.

Penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil diharapkan segera disudahi, digantikan angkutan listrik sebagai masa depan transportasi dunia, juga Indonesia.

Read More

Dorongan peralihan menggunakan energi terbarukan pada sektor transportasi berawal dari masalah jangka panjang yang dihasilkan aktivitas penggunaan bahan bakar fosil.

Termasuk di Jakarta sendiri, aktivitas penggunaan bahan bakar fosil sudah menjadi akar dari masalah merebaknya polusi udara.

Baca Juga:
Persilakan Anggotanya Nonton Langsung Formula E Jakarta, Ketua F-PDIP DPRD DKI: Saya Nonton di TV Saja

Jakarta, sebagai salah satu kota metropolitan terbesar dan tersibuk di dunia, setiap tahunnya bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan juta emisi karbondioksida, yang bisa mengakibatkan pemanasan global atau global warming.

Biasanya, penyumbang emisi karbondioksida terbanyak berasal dari kegiatan transportasi. Buangan gas knalpot kendaraan yang mengeluarkan karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan hidrokarbon (HC) berlebihan bahkan bisa membahayakan kesehatan.

Konferensi pers Organizing Committee dan Jakpro terkait perkembangan persiapan Formula E di Mal ABC Ancol, Jakarta Utara, Kamis (19/5/2022). [Independencechamber.org/Fakhri Fuadi Muflih]

Berbagai senyawa kimia ini akan menjadi campuran polutan padat atau droplet likuid yang biasa disebut PM menjadi berbahaya.

Apalagi jika PM yang menyebar berukuran kecil dan sulit disaring seperti PM2,5. PM berukuran 2,5 mikrometer ini, jika terhirup, akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia. Terutamanya, dalam jangka panjang, merusak paru-paru.

Tentunya masalah polusi udara ini sudah menjadi sorotan banyak pihak, dan menjadi perkara umum bagi setiap kota besar, termasuk Jakarta.

Baca Juga:
xEV Center Toyota Milik PT TMMIN Resmi Jadi Lokasi Pengembangan Teknologi Kendaraan Terelektrifikasi

Ibu kota sendiri kerap masuk peringkat 10 besar kota dengan tingkat kualitas udara terburuk di dunia merujuk laporan harian IQAir.

Hal ini juga merupakan ekses jumlah kendaraan bermotor yang berlalu-lalang di jalanan Jakarta yang cukup tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah kendaraan yang terdiri dari mobil penumpang, bus, truk, dan sepeda motor di Jakarta mencapai 20,2 juta unit.

Kabut polusi udara menyelimuti gedung-gedung di Jakarta, Selasa (5/10/2021). [Independencechamber.org/Angga Budhiyanto]
Kabut polusi udara menyelimuti gedung-gedung di Jakarta, Selasa (5/10/2021). [Independencechamber.org/Angga Budhiyanto]

Angka ini bahkan naik hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2019, yang mencatat total kendaraan di Jakarta berjumlah 11,8 juta.

Untuk bisa beralih ke energi terbarukan, khususnya kendaraan listrik bukan perkara mudah. Pengamat Lingkungan, Selamet Daroyni mengatakan pada masa peralihan dari kendaraan bermotor ke listrik, tahapan paling awal adalah mendorong kesadaran publik tentang pentingnya menggunakan energi terbarukan.

“Kita memang harapkan mereka aware bahwa energi fosil terbatas dan ada masa habisnya. Jadi kita harus menggunakan energi terbarukan ke depan,” ujar Selamet.

Senior Project Officer ICLEI ini mengatakan, Formula E sebagai ajang untuk mempromosikan kendaraan listrik dan energi terbarukan serta berkelanjutan, memiliki peranan penting sebagai tahap awal dari masa peralihan di Jakarta ini.

“Tahapannya, bagaimana masyarakat mulai terbiasa dengan mobil listrik. Saya kira event-event yang menggunakan energi listrik perlu disemarakkan atau didorong,” tuturnya.

Ketika Formula E sudah menjadi momentum awal kampanye penggunaan energi terbarukan, Selamet meminta Pemprov Jakarta tidak mengendur.

Berbagai program beserta regulasi harus dihadirkan di tengah masyarakat agar proses peralihan terus berjalan.

“Ketika publik sudah aware, penting untuk membangun kerja sama dengan pihak swasta untuk menyemarakkan pengembangan energi terbarukan. Seperti sekarang kan sudah bagus itu, ada bus listrik,” jelas Selamet.

Foto udara lintasan Sirkuit Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) yang telah diaspal di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Rabu(13/4/2022).  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Foto udara lintasan Sirkuit Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) yang telah diaspal di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Rabu(13/4/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Selain itu, perlu upaya ke depan untuk membangun fasilitas yang menyokong penggunaan kendaraan listrik. Misalnya seperti stasiun pengecasan kendaraan, dan menghadirkan perusahaan penyedia kendaraan listrik.

“Kemudian harus mengajak banyak investor lain untuk mengembangkan charging station, meski sekarang masih berbahan baku energi fosil. Tapi ini hanya antara, ya ke depan dia harus energi terbarukan.”

Segendang sepenarian dengan Selamet, Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Syarif mengatakan peralihan penggunaan kendaraan bermotor ke listrik adalah tantangan yang tak boleh dikesampingkan oleh semua pihak.

Formula E juga dianggapnya bisa menjadi harapan, karena menunjukkan gerakan masif yang akan menyadarkan masyarakat pentingnya menggunakan energi terbarukan.

“Kita akan menghadapi krisis energi seperti yang diprediksi banyak ahli ya. Kita kan untuk menyiapkan itu perlu waktu, mungkin 10 sampai 15 tahun mendatang. Wajah kita, wajah kota-kota besar di Jakarta, Surabaya, Medan, itu harus mempersiapkan dari sekarang,” jelasnya.

Kendati demikian, Syarif mengakui memang masih ada kendala untuk penggunaan kendaraan listrik. Misalnya harganya yang mahal dan sarana serta prasarana belum memadai.

“Tapi kan tadi infrastruktur terbatas, jadi orang mau beli juga mikir, seperti ngecas baterainya bagaimana? Kalau di luar negeri sudah banyak, jadi orang enggak kesulitan.  Nah kita harus mempersiapkan infrastruktur itu,” ucap Syarif.

Syarif juga menyarankan, agar pemerintah bisa mengupayakan penurunan harga mobil listrik sebagai rencana jangka panjang. Misalnya seperti pemberian insentif yang besar dan pengurangan biaya operasional.

Sejalan dengan kebijakan itu, hal-hal kecil lain juga harus dilakukan. Misalnya, mulai dari mengubah seluruh angkutan umum bertenaga listrik, mengalihkan mobil dinas kendaraan listrik, hingga mendorong penggunaannya sampai ke perusahaan swasta.

“Misalnya sebuah perusahaan yang berkantor di Jakarta diwajibkan saja kendaraan karyawannya bertenaga listrik.  Kapan dimulainya? Misalnya dimulai berlaku tahun depan, ada sanksi-sanksinya.”

Pemprov DKI sendiri memang sudah memiliki rencana jangka panjang menyikapi masa peralihan energi fosil ke terbarukan.

Program Jakarta Langit Biru, dirancang dengan tujuan akhir bisa menghadirkan kualitas udara yang baik bagi masyarakat.

Untuk visi yang lebih jauh, bahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menargetkan Jakarta bebas emisi atau zero emission pada tahun 2050.

Lalu untuk jangka menengah, semua transportasi umum darat di Jakarta diharapkan sudah beralih ke kendaraan listrik di tahun 2030. Semua itu termasuk dalam program Jakarta Langit Biru.

Sub Koordinator Urusan Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati mengatakan program Jakarta Langit Biru mencakup berbagai sektor. Mulai dari transportasi, pengadaan fasilitas, penghijauan, hingga penggunaan energi terbarukan.

Turunan kebijakan dari program ini yang paling dikenal adalah ganjil genap kendaraan bermotor, tarif parkir, dan jalan berbayar. Lalu yang saat ini juga sudah diterapkan adalah uji emisi untuk kendaraan roda dua dan empat.

Lantas, ada juga pengaturan maksimal usia kendaraan 10 tahun, memperketat pengawasan pada cerobong penghasil polutan, hingga mendorong pengadaan panel surya di gedung sekolah.

Jakarta Langit Biru merupakan program yang bertujuan mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak (kendaraan bermotor),” ucap Rahmawati.

Fokus kebijakan pengendalian kualitas udara juga disebutnya ada pada kendaraan bermotor.

“Penggunaan kendaraan listrik dapat membantu perbaikan kualitas udara tentu saja dengan dibarengi  penggunaan bahan bakar pada pembangkit yang juga lebih ramah lingkungan,” tutur Rahmawati.

Seiring dengan berjalannya program Jakarta Langit Biru, Rahmawati menyebut saat ini sudah terjadi perbaikan kualitas udara di Jakarta. Rata-rata konsentrasi tahunan untuk parameter PM2,5 pada tahun 2021 lebih rendah dibandingkan tahun 2019 dan 2020.

“Penurunan sebesar 0.81 persen antar 2020 dan 2021. PM 2,5 merupakan parameter kritis sebagai parameter pencemar udara DKI Jakarta.”

Ia berharap, ke depannya, segala program Jakarta Langit Biru bisa berjalan baik hingga akhirnya bisa mewujudkan Jakarta Bebas Emisi di tahun 2050.

Managing Director Formula E Jakarta, Gunung Kartiko memberikan gambaran acara Formula E nantinya akan menjadi visi penggunaan energi terbarukan dan berkelanjutan di masa depan. Tidak hanya itu, bahkan hal ini sudah dipikirkan sejak pembuatan sirkuit.

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan seusai meninjau Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di Ancol, Jakarta Utara, Senin (25/4/2022). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU]
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan seusai meninjau Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di Ancol, Jakarta Utara, Senin (25/4/2022). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU]

“Dari sejak sebelum pembangunan trek, pohon yang selama ini kita lihat itu tidak ditebang, tapi dipindahkan. Jumlahnya tidak ada yang berkurang,” kata Gunung.

Tak hanya itu, nantinya dalam acara akan digelorakan sustainable movement seperti mengurangi sampah plastik, pameran penggunaan teknologi berbasis listrik di electric village, dan perwujudan zero movement atau tanpa emisi.

“Keniscayaan kendaraan itu berbasis tenaga listrik. Jadi emisi akan berkurang,” kata dia meyakini.

Dengan Formula E yang hadir di Jakarta sebagai gambaran dari penggunaan energi terbarukan yang berkelanjutan, kesadaran masyarakat akan pentingnya masalah ini ikut meningkat.

Selanjutnya, Formula E juga harus berjalan dengan berbagai tindaklanjut dari pemerintah dan stakeholder terkait.

Formula E pun akhirnya bisa bertransformasi bukan hanya sekadar balapan biasa, melainkan menjadi harapan untuk bisa mengatasi krisis dengan energi terbarukan di masa depan.



#Tak #Sekadar #Sabung #Cepat #dari #Pacuan #Formula #Langit #Biru #Jakarta

Sumber : www.suara.com

Related posts