Alokasi Subsidi LPG Capai Rp61 T Tahun Ini

Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan anggaran subsidi gas minyak cair (LPG) mencapai Rp61 triliun pada 2022. Angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.

Saat ini, sambung Darmawan, pemakaian LPG memang dianggap lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN.

Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan subsidi Rp 6.500 per Kg LPG.

“Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500,” ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).

Darmawan mengungkapkan tingginya subsidi tak lepas dari tingginya ketergantungan RI terhadap impor LPG. Tercatat, impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.

Untuk itu, PLN siap mendukung program konversi kompor LPG ke kompor induksi tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Menurut Darmawan, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan.

“Arahan Bapak Presiden di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi,” ujarnya.

Selain itu, subsidi LPG juga bisa ditekan. Artinya, pemerintah memiliki ruang untuk memanfaatkannya untuk program lain.

“Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya

Sebagai pembanding, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250. Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

Sejalan dengan program itu, perseroan memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).

“Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya,” ujar Darmawan.

Related posts