Kontroversi Edy Mulyadi hingga Ditetapkan Jadi Tersangka

Aktivis Edy Mulyadi menjadi sosok yang ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Hal itu terjadi setelah Edy mengeluarkan sederet pernyataan kontroversial, termasuk menyebut Kalimantan sebagai ‘tempat jin buang anak’.

“Ini ada sebuah tempat elit punya sendiri, yang harganya mahal, punya gedung sendiri, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak. Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo nggak apa-apa bangun di sana,” ungkap Edy dalam sebuah video yang beredar di media sosial.

Pernyataan ini memicu kontroversi yang menyebabkan sejumlah warga Kalimantan langsung menempuh jalur hukum dengan melaporkan Edy ke polisi.

Tidak hanya itu, Edy juga diketahui sempat mengutarakan pernyataan lain yang menyindir Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Ia menyebut Ketua Umum Partai Gerindra itu sebagai macan yang jadi mengeong.

Edy kemudian dilaporkan oleh kader Gerindra ke Polda Sulawesi Utara (Sulut) setelah DPD Gerindra Sulut merasa tidak terima pimpinan mereka dihina seperti itu.

Menanggapi keriuhan yang terjadi di media sosial, Edy kemudian meminta maaf kepada masyarakat terkait pernyataannya. Frasa ‘tempat jin buang anak’, menurutnya, hanya bermaksud untuk menggambarkan Borneo sebagai ‘tempat yang jauh’.

“Saya mohon maaf telah menyebabkan teman-teman di Kalimantan tersinggung dan marah,” ujar Edy dalam keterangan resmi, kepada CNNIndonesia.com, Senin (24/1).

Dia juga mengunggah video klarifikasi melalui kanal Bang Edy Channel. Dua menjelaskan lebih jauh mengenai maksud di balik istilah ‘tempat jin buang anak’.

“Di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh, istilah kita mohon maaf ya, Monas itu dulu tempat jin buang anak, BSD, Bumi Serpong Damai, itu tahun 80-90-an itu tempat jin buang anak, jadi istilah biasa,” dalihnya.

Penyidikan kasus ini akhirnya ditarik ke Bareskrim Polri usai tercatat belasan laporan dibuat di seluruh Indonesia terkait kasus tersebut.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan merinci, total kepolisian di seluruh Indonesia menerima tiga laporan polisi, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap.

Polisi kemudian meningkatkan status kasus dugaan kebencian dengan terlapor Edy ke tahap penyidikan pada Rabu (26/1) setelah kepolisian menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana.

Edy kemudian dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat (28/1). Namun, Edy mangkir dari pemeriksaan itu dengan dalih pemanggilan yang dilakukan polisi tak sesuai prosedur.

Polisi lalu melakukan pemanggilan kedua dan Edy memenuhi pemanggilan tersebut pada Senin (31/1). Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

Pemeriksaan terhadap Edy dilakukan oleh penyidik sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 18.30 WIB. Setelah itu, Edy Mulyadi resmi ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian oleh penyidik Bareskrim Polri.

Edy juga langsung ditahan untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri.

“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menaikkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Karopenmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, di Jakarta, Senin (31/1) malam,

Edy Mulyadi terancam kurungan 10 tahun penjara usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus tersebut. Polisi menggunakan pasal ujaran kebencian bernuansa SARA dengan ancaman penjara hingga 10 tahun.

Bareskrim Polri juga menyita akun YouTube milik Edy Mulyadi sebagai barang bukti dalam kasus ujaran kebencian dan penyebaran informasi bohong atau hoaks.

Ramadhan mengatakan penyitaan tersebut dilakukan usai melakukan pemeriksaan terhadap Edy selama delapan jam.

Dilansir dari laman: cnnindonesia.com

Related posts